I miss kindergarten, where homework was 2+2 and drama was when someone stole your crayon - unknown.
2 hari lalu, saya menghadiri ulang tahun tetangga saya yang berumur 6 tahun, namanya carrisa. Jujur, saya sempet mikir juga waktu anak ini mengundang saya, anak ini bercanda atau apa yah? Lebih ke lucu aja sih, seumur saya datang ke pesta anak umur segitu. Sempet mikir ngga mau dateng, tapi saya terlanjur luluh dengan kepolosan anak itu saat mengundang saya. Singkatnya, saya bersyukur sih akhirnya saya dateng juga, selain saya bisa nostalgia dengan suasana yang lama saya rindukan, saya pun akhirnya mendapatkan inspirasi untuk menulis ini. Horeee (y)
Suasana dipesta itu membuat saya sangat bernostalgia dengan masa kecil saya. Ketika saya seusia itu pun saya melakukan hal yang sama. Bernyanyi, bertepuk tangan, berlari, bermain dan bercanda tanpa memikirkan apapun, seolah tidak ada hari esok.
Bukannya saya tidak bersyukur dengan semua perjalanan hidup saya ini, tapi saya menyadari semakin bertambah usia saya, semakin hidup ini menjadi rumit. Masalah menjadi bermacam-macam. Kalo mengingat masa kecil, hidup itu rasanya lebih simpel. PR hanya perkalian atau mengeja kata. Masalah di saat itu paling hanya seorang teman yang mengambil pensil saya tanpa izin, atau paling simple menyelak barisan saat baris-berbaris. Mana ada orang-orang berpikiran kotor yang mencari keuntungan diri sendiri dan menjatuhkan diri saya hanya demi sebuah nilai pada saat TK? Mana ada anak TK yang harus mengerjakan PR riset ke perusahaan atau mengerjakan tugas-tugas sampai larut malam? Ehem, maaf curhat.
Intinya, semakin dewasa, semakin pikiran ini terbuka. Semakin saya melihat bahwa dunia bukan hanya berisi ibu guru, dokter, atau insinyur. Semakin saya mengerti bahwa kelakuan tidak baik definisinya lebih dari sekedar membolos sekolah. Semakin saya mengerti juga bahwa jenis hewan itu bukan hanya kancil dan buaya. Dan hasil dari semuanya itu, semakin rumit pula isi kepala saya. hahaha
Saya kangen rasanya menjadi anak kecil. Ketakutan terbesar saya waktu itu hanyalah mati lampu di malam hari atau suara mesin penyemprot nyamuk DBD di komplek rumah. Saya kangen dengan pikiran saya yang lebih polos dan belum tercemar segala kerumitan hidup, di mana saya bisa berpikir dengan lebih simpel dan tidak muluk-muluk. Tidak perlu repot-repot membela diri dan memperjuangkan harga diri, karena ada orang tua yang setia melindungi.
Tapi di atas itu semua, tentu saya bersyukur saya semakin dewasa. Saya bisa menyadari dunia yang lebih luas, beragam, dan penuh dengan orang-orang yang unik dan menyenangkan. Pikiran semakin terbuka dan menurut saya ini hal yang baik. Tidak menjadi sempit dan terpaku pada diri sendiri. Ini cukup menyenangkan buat saya, menyadari bahwa saya tidak 'sendirian' di muka bumi.
Hanya satu hal saya sayangkan, betapa bodohnya diri saya semasa kecil karena ingin cepat-cepat menjadi dewasa. Andai saya tahu bahwa menjadi dewasa itu tidak sekeren dan semenyenangkan yang terlihat, tentu saya akan lebih menikmati masa-masa di kala itu.
Satu pelajaran bisa saya petik, nikmatilah waktu-waktu yang ada sekarang. Seberat apapun saat ini, saya harus bisa sadar ini adalah yang terbaik untuk saya jalani. Tanggung jawab dan usia tidak bisa dihindarkan sementara waktu terus berdetak. Yang bisa saya lakukan hanya tersenyum dan menjalani apa yang ada dengan mulut yang tak henti mengucap syukur.