Selasa, 24 Desember 2013

Christ Is For Christmas :)


Suatu ketika, ada seorang pria yang menganggap Natal sebagai sebuah takhayul belaka. Ia bukanlah seorang yang kikir, melainkan seorang yang baik hati dan tulus, setia kepada keluarganya dan bersih kelakuannya terhadap orang lain. Namun ia tidak percaya pada kelahiran Kristus yang diceritakan setiap gereja di hari Natal. Ia sungguh-sungguh tidak percaya. "Saya benar-benar minta maaf jika saya membuat kamu sedih," kata pria itu kepada istrinya yang rajin pergi ke gereja. "Tetapi saya tidak dapat mengerti mengapa Tuhan mau menjadi manusia. Itu adalah hal yang tidak masuk akal bagi saya ".

Pada malam Natal, istri dan anak-anaknya pergi menghadiri kebaktian malam Natal di gereja. Pria itu menolak untuk menemani mereka. "Saya tidak mau menjadi munafik," jawabnya. "Saya lebih baik tinggal di rumah. Saya akan menunggu sampai kalian pulang."

Tak lama setelah keluarganya berangkat, salju mulai turun. Ia melihat keluar jendela dan melihat butiran-butiran salju itu berjatuhan. Lalu ia kembali ke kursinya di samping perapian dan mulai membaca surat kabar. Beberapa menit kemudian, ia dikejutkan oleh suara ketukan. Bunyi itu terulang tiga kali. Ia berpikir seseorang pasti sedang melemparkan bola salju ke arah jendela rumahnya. Ketika ia pergi ke pintu masuk untuk mengeceknya, ia menemukan sekumpulan burung terbaring tak berdaya di salju yang dingin. Mereka telah terjebak dalam badai salju dan mereka menabrak kaca jendela ketika hendak mencari tempat berteduh.

"Saya tidak dapat membiarkan makhluk kecil itu kedinginan di sini," pikir pria itu. "Tetapi bagaimana saya bisa menolong mereka?"

Kemudian ia teringat akan kandang tempat kuda poni anak-anaknya. Kandang itu pasti dapat memberikan tempat berlindung yang hangat. Dengan segera pria itu mengambil jaketnya dan pergi ke kandang kuda tersebut. Ia membuka pintunya lebar-lebar dan menyalakan lampunya. Namun burung-burung itu tidak mau masuk ke dalam. "Makanan pasti dapat menuntun mereka masuk," pikirnya. Jadi ia berlari kembali ke rumahnya untuk mengambil remah-remah roti dan menebarkannya ke salju untuk membuat jejak ke arah kandang. Tetapi ia sungguh terkejut. Burung-burung itu tidak juga menghiraukan remah roti tadi dan terus melompat-lompat kedinginan di atas salju.

Pria itu mencoba menggiring mereka, tetapi justru burung-burung itu berpencaran kesana-kemari, dan malah menjauhi kandang yang hangat itu. "Mereka menganggap saya sebagai makhluk yang aneh dan menakutkan," kata pria itu pada dirinya sendiri, "dan saya tidak dapat memikirkan cara lain untuk memberitahu bahwa mereka dapat mempercayai saya. Saya ingin sekali menolong mereka. Saya mengasihi mereka. Kalau saja saya dapat menjadi seekor burung selama beberapa menit, mungkin saya dapat menolong dan membawa mereka pada tempat yang aman."

Pada saat itu juga, lonceng gereja berbunyi. Pria itu berdiri tertegun selama beberapa waktu, mendengarkan bunyi lonceng itu menyambut Natal yang indah. Kemudian dia terjatuh pada lututnya dan berkata, "Sekarang saya mengerti, Tuhan", bisiknya dengan terisak. "Sekarang saya mengerti mengapa ENGKAU mau menjadi manusia."

Ketika saya membaca kisah ini, saya begitu tersentuh dan kembali merenungkan betapa besarnya kasih Tuhan dalam hidup kita. Mengapa Tuhan mau menjadi manusia - sama seperti kita, bahkan menderita untuk kita? Tuhan tidak lemah. Tuhan bukannya tidak berdaya. Justru Tuhan memiliki KUASA yang melebihi batas akal pikiran manusia. Tuhan yang rendah hati, tidak gila hormat dan kuasa. Tuhan yang memiliki HATI SEBAGAI HAMBA, mau lahir ke dunia, melayani, mengasihi dan menyelamatkan manusia untuk kemuliaan Bapa di Surga.

Natal bukanlah sekedar pohon Natal dengan hiasannya yang mewah. Natal bukanlah sekedar lampu-lampu di pusat perbelanjaan - di jalan-jalan raya, baju baru, kue-kue, tukar kado, dan Santa Claus. Semua itu perlu untuk membangun suasana Natal yang indah, dan saya yakin kita semua menyukainya, Tetapi yang terpenting ialah bahwa Natal ialah perwujudan Yesus sendiri. Bagaimana Yesus ingin kita memaknai Natal yang sesungguhnya. Ada sepenggal quote yang berkata demikian.. "Orang yang benar-benar buta ialah mereka yang tidak bisa merasakan Natal di dalam hatinya.."

Oleh karena itu, bukan harta, bukan segala kemewahan yang Ia cari, melainkan Hati kita. Hati yang mau berbagi dan memberi kepada orang-orang yang membutuhkan pertolongan kita, seperti yang sudah Ia lakukan dalam hidup kita. Untuk itulah Yesus lahir, bukan untuk yang lain.

Christ is for Christmas! Only Him!

Senin, 25 November 2013

Thankyou Teacher :)


"A truly special teacher is very wise, and sees tomorrow in every child's eyes. Because for them, to teach is to touch other lives, ever." - Anonymus

Mencintai bukanlah hanya memuji saat seseorang berhasil atau melakukan kebaikan, namun juga meyakinkan saat ia kehilangan kepercayaan diri, menenangkan saat ia merasa ketakukan, menegur saat ia berbuat salah, menyemangati saat ia kehilangan harapan, membangun saat ia butuh motivasi, dan terlebih dari itu.. menjadi sahabat - tempat berbagi suka dan duka.

Dengan sebuah komitmen untuk berkorban dan hati yang penuh cinta, mereka menaburkan kasih dalam segala hal yang dilakukannya. Mereka membantu mewujudkan mimpi para murid untuk mengubah dunia melalui hidupnya, ilmu dan pengalaman yang mereka bagikan. Mereka tak henti-hentinya memberikan semangat dan motivasi untuk terus belajar dan berjuang, berusaha tanpa kenal putus asa.

Hal-hal tersebut sungguh tak ternilai harganya. Tidak dapat dibeli dan dibayar dengan apapun juga. Mereka melakukan tugasnya dengan sepenuh hati, dengan kasih dan ketulusan. Merekalah pahlawan yang tak kenal musim.  Merekalah yang telah menjadikan kita who we are today. Merekalah pahlawan tanpa tanda jasa.

Happy Teacher's Day!
Selamanya kalian dihati :)


Rabu, 06 November 2013

Don't Judge!


Seorang mahasiswi berjalan cepat di jembatan penyeberangan. Tergesa-gesa menuju kampus, mengingat belum ada materi ujian yang ia pelajari. Semalam ia nyaris tidak tidur. Ada telepon yang mengabari bahwa rumahnya baru saja kemalingan. Ibu masih terguncang dan sering pingsan. Uang untuk operasi usus buntu adik yang baru diambil dari bank pun tidak luput dari tangan si jahat. Andai ayah masih ada, ibu tidak perlu sendirian menanggung segalanya.
Perutnya berteriak kelaparan, tapi uang hanya cukup untuk makan sekali nanti siang. Jatah ongkos untuk angkot pun habis, diganti dengan jalan kaki dari kost menuju kampus.
*
Ibu pengemis tua duduk di sisi jembatan penyeberangan. Sesekali merapikan koran alas duduknya. Teringat anaknya yang terbaring di rumah, demam sudah 3 hari. Tidak ada obat, hanya air putih dan kain hangat basah untuk mengobati. Badannya lelah, semalam menjual pecel di stasiun hingga subuh. Sekarang menyempatkan mengemis sebelum kembali memulung.
Matanya menatap kosong orang-orang yang berlalu-lalang. Hampa.
*
Mahasiswi itu melihat ibu tua yang mengemis dari jauh. Ingin memberikan uang tapi tidak ada tersisa. Lagipula, pengemis seperti itu hanya malas, bisa bekerja tapi lebih memilih duduk santai menanti uluran tangan memberi uang, pikirnya. Payah.
Ia pun berlalu tanpa memandang.
*
Pengemis itu memalingkan muka. Dasar, perempuan angkuh. Ia kaya, kenapa tidak mau berbagi. Sedikit saja, tidak rugi apapun. Masih bisa kuliah dan pulang ke rumah nyaman dengan anggota keluarga sehat tapi tidak sedikitpun mau berbagi, pikirnya. Sombong.
Ia pun mendengus kesal.
**

“With the tremendous acceleration of life, we grow accustomed to using our mind and eye for seeing and judging incompletely or incorrectly, and all men are like travelers who get to know a land and its people from a train.” - Friedrich Nietzsche in Human, All Too Human

“Do not judge, or you too will be judged." -Matthew 7:1


Selasa, 05 November 2013

Sore Itu




Tetesan air mungil dari langit terjatuh perlahan, tidak berniat untuk menyakiti. Kedamaian yang tercipta mengingatkanku akan sesuatu. Suaramu.

Gerimis kecil ini terjatuh lugu, tidak mengerti mengapa harus turun ke bumi. Ia hanya patuh. 

Mungkin di belahan bumi lain, ada mereka yang mengadahkan tangan ke langit dan syukur terbisik karena kehadiran si gerimis kecil.

Alunan merdu yang tercipta dari gerimis mengajakku berlari dan menari untuk meresapi setiap tetesannya, karena kesejukan yang dibawanya menyingkapkan memori terindah tentang kehadiranmu. 

Ingin aku meleburkan diri dengan tetesan hujan, biar mereka yang mengantar aku dan membisikkan rindu ini kepadamu. 

Hujan berakhir dan membawa dingin. Dingin yang tidak menggigit, dingin yang lembut, dingin yang seolah mengajariku bersyukur untuk setiap lukisan pelangi di kanvas langit. 

Pelangi ini membawa damai. Begitu juga tatapanmu. 

Apa benar langit telah mengangkatmu menjadi anak? 

Hold On



Tuhan tidak tuli, Ia tahu apa yang sedang terjadi. Hold on, God knows what He's doing.

Jumat, 06 September 2013

Hujan



Bagiku, Hujan menyimpan senandung liar yang membisikkan 1001 kisah. Tiap tetesnya yang merdu berbisik lembut, menyuarakan nyanyian alam yang membuatku rindu mengendus bau tanah basah. Bulir-bulir yang jatuh menapak diatas daun, mengalir lurus menyisakan sebaris air di dedaunan. Sejuk, mirip embun.

Hidup seperti ini. Aku bisa merasakan senja yang bercampur bau tanah basah sepeninggal hujan. Seperti kanvas putih yang tersapu warna- warna homogen indah. Dentingan sisa-sisa titik hujan di atas atap terasa seperti seruling alam yang bisa membuatku memejamkan mata. Melodi hidup, aku menyebutnya seperti itu. Saat semua ketenangan bisa kudapatkan tanpa harus memikirkan apa pun.




-Ranggadipta  (Hujan Punya Cerita Tentang Kita)

Jumat, 05 Juli 2013

Little Things :)



(This story is being copied from a website)

Married or not, you should read this...

“When I got home that night as my wife served dinner, I held her hand and said, I’ve got something to tell you. She sat down and ate quietly. Again I observed the hurt in her eyes.

Suddenly I didn’t know how to open my mouth. But I had to let her know what I was thinking. I want a divorce. I raised the topic calmly. She didn’t seem to be annoyed by my words, instead she asked me softly, why?

I avoided her question. This made her angry. She threw away the chopsticks and shouted at me, you are not a man! That night, we didn’t talk to each other. She was weeping. I knew she wanted to find out what had happened to our marriage. But I could hardly give her a satisfactory answer; she had lost my heart to Jane. I didn’t love her anymore. I just pitied her!

With a deep sense of guilt, I drafted a divorce agreement which stated that she could own our house, our car, and 30% stake of my company. She glanced at it and then tore it into pieces. The woman who had spent ten years of her life with me had become a stranger. I felt sorry for her wasted time, resources and energy but I could not take back what I had said for I loved Jane so dearly. Finally she cried loudly in front of me, which was what I had expected to see. To me her cry was actually a kind of release. The idea of divorce which had obsessed me for several weeks seemed to be firmer and clearer now.

The next day, I came back home very late and found her writing something at the table. I didn’t have supper but went straight to sleep and fell asleep very fast because I was tired after an eventful day with Jane. When I woke up, she was still there at the table writing. I just did not care so I turned over and was asleep again.

In the morning she presented her divorce conditions: she didn’t want anything from me, but needed a month’s notice before the divorce. She requested that in that one month we both struggle to live as normal a life as possible. Her reasons were simple: our son had his exams in a month’s time and she didn’t want to disrupt him with our broken marriage.

This was agreeable to me. But she had something more, she asked me to recall how I had carried her into out bridal room on our wedding day. She requested that every day for the month’s duration I carry her out of our bedroom to the front door every morning. I thought she was going crazy. Just to make our last days together bearable I accepted her odd request.

I told Jane about my wife’s divorce conditions.. She laughed loudly and thought it was absurd. No matter what tricks she applies, she has to face the divorce, she said scornfully.

My wife and I hadn’t had any body contact since my divorce intention was explicitly expressed. So when I carried her out on the first day, we both appeared clumsy. Our son clapped behind us, daddy is holding mommy in his arms. His words brought me a sense of pain. From the bedroom to the sitting room, then to the door, I walked over ten meters with her in my arms. She closed her eyes and said softly; don’t tell our son about the divorce. I nodded, feeling somewhat upset. I put her down outside the door. She went to wait for the bus to work. I drove alone to the office.

On the second day, both of us acted much more easily. She leaned on my chest. I could smell the fragrance of her blouse. I realized that I hadn’t looked at this woman carefully for a long time. I realized she was not young any more. There were fine wrinkles on her face, her hair was graying! Our marriage had taken its toll on her. For a minute I wondered what I had done to her.

On the fourth day, when I lifted her up, I felt a sense of intimacy returning. This was the woman who had given ten years of her life to me. On the fifth and sixth day, I realized that our sense of intimacy was growing again. I didn’t tell Jane about this. It became easier to carry her as the month slipped by. Perhaps the everyday workout made me stronger.

She was choosing what to wear one morning. She tried on quite a few dresses but could not find a suitable one. Then she sighed, all my dresses have grown bigger. I suddenly realized that she had grown so thin, that was the reason why I could carry her more easily.

Suddenly it hit me… she had buried so much pain and bitterness in her heart. Subconsciously I reached out and touched her head.

Our son came in at the moment and said, Dad, it’s time to carry mom out. To him, seeing his father carrying his mother out had become an essential part of his life. My wife gestured to our son to come closer and hugged him tightly. I turned my face away because I was afraid I might change my mind at this last minute. I then held her in my arms, walking from the bedroom, through the sitting room, to the hallway. Her hand surrounded my neck softly and naturally. I held her body tightly; it was just like our wedding day.

But her much lighter weight made me sad. On the last day, when I held her in my arms I could hardly move a step. Our son had gone to school. I held her tightly and said, I hadn’t noticed that our life lacked intimacy. I drove to office…. jumped out of the car swiftly without locking the door. I was afraid any delay would make me change my mind…I walked upstairs. Jane opened the door and I said to her, Sorry, Jane, I do not want the divorce anymore.

She looked at me, astonished, and then touched my forehead. Do you have a fever? She said. I moved her hand off my head. Sorry, Jane, I said, I won’t divorce. My marriage life was boring probably because she and I didn’t value the details of our lives, not because we didn’t love each other anymore. Now I realize that since I carried her into my home on our wedding day I am supposed to hold her until death do us apart. Jane seemed to suddenly wake up. She gave me a loud slap and then slammed the door and burst into tears. I walked downstairs and drove away. At the floral shop on the way, I ordered a bouquet of flowers for my wife. The salesgirl asked me what to write on the card. I smiled and wrote, I’ll carry you out every morning until death do us apart.

That evening I arrived home, flowers in my hands, a smile on my face, I run up stairs, only to find my wife in the bed -dead. My wife had been fighting CANCER for months and I was so busy with Jane to even notice. She knew that she would die soon and she wanted to save me from the whatever negative reaction from our son, in case we push through with the divorce.— At least, in the eyes of our son—- I’m a loving husband….

The small details of your lives are what really matter in a relationship. It is not the mansion, the car, property, the money in the bank. These create an environment conducive for happiness but cannot give happiness in themselves. So do those little things for each other that build intimacy. Do have a real happy marriage!

Many of life’s failures are people who didn't realize how close they were to success, when they gave up."

Sometimes everyone is only trying to accomplish something big, and not realizing that life is made up of little things that matter. From this inspiring story, we're being remembered that it's the little things that matter the most in everyone's life. Let us appreciate, cherish and be grateful for every little thing. Even we don't realize or it may not seem like much, sometimes the little thing takes the biggest part in our life. :)

Jumat, 31 Mei 2013

Ketika Ini Lebih Dari Sekedar Fiksi :)




Aku mau menyanyikan cerita tentang kita, namun belum terkumpul kisah yang cukup panjang untuk dijadikan lagu. Hanya saja nada sudah ada, suara kamu selama ini menjadi melodi.

Potongan memori tentang kamu bermain di dalam kepala. Lebih tajam mengalahkan bayang yang lain. Aku simpan semuanya dengan hati-hati, takut melewatkan satu.

Aku masih di sini, menjalin setiap momen untuk dijadikan lagu. Tak perlu terburu-buru, setiap detik bersama kamu adalah berharga. Jangan cepat berlalu

Minggu, 26 Mei 2013

Mother, You Are God's Gift!


"Mothers hold their children's hands for a short while, but their hearts forever."
 Anonymus

Suatu hari seorang bayi bertanya kepada Tuhan,"Mereka bilang Kau akan mengirimku ke bumi besok. Apakah itu benar? Lagu bagaimana bisa aku akan tinggal di sana? Aku begitu kecil dan tak berdaya.."

"Malaikatmu akan menunggu dan akan menjagamu."

Sang bayi bertanya lebih lanjut, "Tetapi katakan padaku,di sini (Surga) aku tidak perlu melakukan apapun kecuali bernyanyi dan tersenyum untuk bahagia."

Tuhan berkata, "Malaikatmu akan bernyanyi dan juga akan tersenyum untukmu. Kamu akan merasakan kasih tulus malaikatmu dan merasa sangat bahagia.."

Sekali lagi bayi itu bertanya, "Dan bagaimana aku akan mampu mengerti saat orang berbicara kepadaku jika aku tidak tahu bahasa?"

Tuhan berkata, "Malaikatmu akan memberitahumu kata-kata paling indah dan termanis yang pernah kamu dengar. Dan dengan penuh kesabaran dan kasih sayang,malaikatmu sendiri yang akan mengajarkanmu bagaimana caranya berbicara."

"Dan apa yang harus aku lakukan saat aku ingin berbicara dengan-Mu?"

Tuhan berkata, "Malaikatmu akan melipatkan tanganmu bersama-sama dan akan mengajarkanmu bagaimana caranya berdoa."

"Lalu, siapa yang akan melindungiku di saat aku butuh pertolongan?"

Tuhan berkata, "Malaikatmu akan melindungi dan membelamu, sekalipun hal tersebut harus mempertaruhkan nyawanya."

"Tetapi aku akan sedih karena aku takkan bisa melihat-Mu lagi."

Tuhan berkata, "Malaikatmu akan selalu berbicara dan menceritakan banyak hal kepadamu tentang Aku dan akan mengajarkanmu cara untuk dapat kembali kepada-Ku suatu saat nanti, meskipun sesungguhnya Aku akan selalu ada di sampingmu."

"Benarkah?"

Pada saat itu ada kedamaian di Surga, namun suara-suara dari Bumi dapat didengar-Nya, dan setiap bayi yang harus pergi kemudian bertanya, "Tuhan, jika aku memang harus pergi sekarang, dapatkah Engkau memberitahuku siapa nama malaikatku?"

"Kamu akan selalu memanggilnya,"MAMA.'"

... The baby grows up. She learned many things. Then, at one day she realized how blessed she is to have her angel besides her. She said gratefully, "God, I do believe in love at the first sight, because I know I've been loving my mom since the first time I opened my eyes. Thank God I've met my angel. Thank You for sending me: "MOM" :) ♥ 

HAPPY BIRTHDAY, MOM!  I THANK YOU &  I LOVE YOU! 

Minggu, 05 Mei 2013

Cerita Kota :)



Di tengah sengat siang, seorang bapak setengah baya berlari ke kesana kemari, sesekali menyeka keringat dengan terus menjajakan barang dagangannya diantara antrian motor dan bis yang berlomba ingin melajukan kendaraanya. Sesekali raut muka bahagia nampak, ketika satu barangnya telah laku, tetapi sesekali juga Ia agak sedikit muram dengan bersender dipagar pembatas jalan, melepas lelah dengan barang yang masih penuh ditangannya.

Seorang perempuan naik dengan tergesa ke bus kota. Takut dengan mobil-mobil yang tidak sabar dengan klaksonnya yang cerewet. Menghela nafas saat duduk. Lelah dengan aktifitas harian. Penat. Tidak bisa pergi berbelanja ke mall seperti yang lain karena harus belajar menghemat. Para pedagang asongan dan koran merendenginya dengan dagangan dari luar bus. Berisik, ia memalingkan muka dari jendela. Jenuh. Ingin sesuatu yang baru, yang lebih. Marah, mengapa hidupnya tidak semenyenangkan yang lain.

Lampu jalanan berubah hijau. Seorang laki-laki belasan tahun lari tergesa menjauhi bus kota. Menuju trotoar. Kaki kotornya telanjang di tengah aspal panas. Hati-hati dia gendong koran-koran jualannya. Mengusap peluh sambil berjalan menuju warung makan beratap terpal. Tempat makan yang sama, yang dia kunjungi sehari sekali. Lauk yang sama. Waktu yang sama. Waktu makan siang. Waktu di mana dia dapat memberi kesempatan kepada perutnya untuk bergembira sesaat.

Tak jauh dari warung makan beratap terpal itu, di kolong sebuah jembatan batu, ada seorang gadis kecil duduk memeluk kakinya. Deru mobil mewah di atasnya adalah satu-satunya musik yang dia dengarkan nyaris seharian. Tangan kusam dan hitam legam itu mengorek bebatuan di samping kakinya. Semoga ada orang baik yang membelikannya nasi bungkus. Atau dia harus merelakan satu hari lagi tanpa makanan.

Dari jauh seorang tua renta tertatih pelan. Hendak menuju jembatan batu, berlindung dari sengat matahari di kolongnya. Namun karena lelah, jembatan itu terasa terlalu jauh. Dia bersender ke tiang di samping sambil menatap kosong. Menjatuhkan tubuhnya ke jalan. Meringkuk. Panas. Lapar. Entah kapan terakhir makan. Lelah, ingin tidur. Dia menutup matanya, tanpa mengetahui bahwa mata itu tidak akan terbuka lagi. 

Di sisi lain, seorang pengemis duduk. Merapikan selendang lusuhnya sementara si anak yang selalu digendong ke mana-mana asik bermain dengan gelas plastik. Mata si ibu menatap kosong ke langkah para pejalan kaki yang dihiasi oleh sepatu mahal. Berandai-andai kapan ia bisa memiliki sepasang. 

Bis itu terus berjalan…
 ***

Anugerah Dia beri setiap hari sehingga menjadi biasa dan terbiasa. Lalu meminta lebih, tanpa melihat mereka yang kurang. Manusia memang kadang suka lupa mengucap syukur.

Intinya, kehidupan ngampus yang memaksa naik kendaraan umum tiap harinya membuat saya jadi dipaksa melihat sekitar. Saya jauh lebih beruntung dibanding mereka di sekeliling saya dan saya bersyukur karenanya. 

Tapi saya punya satu kesamaan dengan mereka. Suara saya. Jarang didengar. Dan saya juga lelah bersuara. Mahal soalnya kalo mau didengar dan saya tidak sekaya itu. 

Dan semoga, kesamaan ini membuat saya ingin berbagi dengan mereka, yang mana pada dasarnya kami sama. Seonggok daging yang bisa bicara dan punya nama, begitu kalo kata Donny Dhirgantoro. Tapi saya mencoba untuk tidak hanya menjadi seonggok daging itu. Saya mau punya makna. Dan saya akan berusaha. 

Berusaha untuk berbagi dan melihat kehadiran Sang Pencipta dalam setiap manusia. 

(terinspirasi saat membaca "2" by Donny Dhirgantoro, dan akhirnya terpublikasikan, setelah sekian lama cerita ini cuma tersimpan berupa draft di notes handphone )

This 'New' Normal :)



Beberapa minggu lalu, saya dan mama pergi berbelanja ke pasar swalayan dimana kami biasa belanja bulanan. Saya memang paling seneng kalo udah diajak ke pasar swalayan yang satu itu, kenapa? karena saya udah tahu tempat-tempat dimana tempat sayur,buah, dll. Jadi, waktu berbelanja pun jadi lebih singkat hehehe. Akan tetapi, hari itu.. betapa alangkah kagetnya saya (tepatnya sedikit terperangah) dengan kondisi didalam tempat itu, semuanya berubah-bah-total, malah saya sempet bilang ke mama saya, “kok bisa berubah gini ?” Memang sih sebelumnya saya melihat tempat itu lagi dilakukan perbaikan, tapi saya ngga tau kalo sama dalem-dalemnya juga . Alhasil, saya agak bingung juga waktu nyari-nyari barang yang dibutuhin, biasanya ditempat sana, jadi pindah ke sini. Bener-bener bikin (agak) sedikit ribet. Ketika pulang saya pun mikir, jadi agak males ke tempat itu lagi, tapi setelah berkali-kali kembali kesana. Akhirnya, saya mulai terbiasa dan mulai menikmati (kembali) berbelanja disana. 

Begitu juga dengan saya, banyak yang sedang saya pikirkan akhir-akhir ini. Mengenai semua “bidang” yang ada dalam kehidupan saya. Semua yang terjadi tidak bisa dijelaskan dan saya juga tidak bisa mencari tahu penjelasannya. Yang saya bisa jalani sekarang hanyalah... tetap melangkah dan menjalani hidup saya dengan berusaha menyesuaikan diri dengan 'this new normal' life.

Saya menulis ini bukan maksud untuk mengeluh atau apapun. I'm fine. This 'new normal' life is okay tho'. Saya belajar banyak hal walaupun dengan susah payah dan 'banjir bandang'. Saya sadar ini semua hanya soal waktu dan proses.

Philip Yancey mengatakan di bukunya 'What Good is God?' bahwa banyak orang yang berusaha memperbaiki dan kembali pada kenormalan hidupnya yang dulu setelah sebuah masalah atau tragedi. Padahal jauh lebih baik untuk menyesuaikan diri dengan kenormalan yang baru. Menyesuaikan ritme hidup yang berubah dan menikmatinya.

Jadi itu yang saya coba lakukan. Mencoba menemukan ritme hidup saya yang sekarang dan menikmatinya.  Lagipula, Tuhan itu baik, karena dia memberikan teman-teman baik yang mendukung saya. Teman-teman itu saya kenal sejak saya memasuki 'the new normal'.

It's true that where God leads, He provides.

Saya pernah sekali mengatakan pada teman saya bahwa saya kangen dengan kehidupan saya yang dulu. I miss the old times. Then he wisely answered "You will get new 'times'. 'Times' that will become another old times."

Iya, bener banget. Buat apa saya tetap fokus pada masa lalu saya. Itu semuanya hanyalah 'those good old times' yang saya syukuri dan sekarang tugas saya adalah membuat semua moment saat ini menjadi 'another those good old times' kalau di masa depan nanti saya melihat ke belakang.

Toh, saat ini banyak sukacita-sukacita baru yang Tuhan bawa ke dalam hidup saya dan ini semua gak bisa terjadi tanpa saya memasuki era 'the new normal'. Sukacita-sukacita kecil yang saya syukuri.

Semua yang terjadi dalam hidup kita pasti mengajak kita untuk bersyukur. Kebahagiaan itu selalu ada, tapi semua balik pada keputusan kita untuk mau melihatnya atau tidak.

Saat ini saya sedang belajar untuk melihat kebahagiaan-kebahagiaan tersebut atau bahkan menciptakan kebahagiaan kecil/excitement saya sendiri. Misalnya olahraga bersama keluarga saat weekend. Jadi selama saya menjalani minggu tersebut, saya akan 'fokus' pada kebahagiaan kecil yang bakal terjadi saat weekend.

Bisa juga dengan membaca buku yang sudah ditinggal lama. Saat ini saya lagi berusaha menghabiskan What Good is God? karya Philip Yancey. Ada beberapa poin yang saya dapatkan dari buku tersebut. Kesibukan kadang menyita perhatian saya dari mempelajari hal-hal yang utama. Saya gak mau kalau saya sampai lupa belajar bersama Tuhan dan malah fokus mengejar hal-hal yang fana. Jadi sebisa mungkin saya akan menciptakan waktu membaca saya sendiri. Good books, good music, and a cup of coffee. Yay!

Intinya rasa takut dan gentar itu pasti ada, tapi kita bisa memilih buat mengalahkannya. Ciptakan kebahagiaan kecil dan nikmati semua moment saat ini. Segala hal tidak berlangsung selamanya kok, mau itu momen yang menyenangkan atau menyebalkan sekalipun. Kita hanya harus belajar dan percaya pada Tuhan, bahwa segalanya itu terjadi demi kebaikan kita dan tidak lepas dari kontrolNya.

Bersyukur bahwa akan ada masanya nanti kita akan kembali menjadi lebih baik. Just keep your faith.

So do not fear, for I am with you; do not be dismayed, for I am your God. I will strengthen you and help you; I will uphold you with my righteous right hand - Isaiah 41:10

But seek first His kingdom and His righteousness, and all these things will be given to you as well. - Matthew 6:33

Jumat, 12 April 2013

Soal & Jawaban Latihan II MYOB


1)  Tuliskan langkah-langkah import akun ke dalam database ke perusahaan anda!
a)  Pilih Menu File -> Import Data ->  Accounts  -> Account Informations
b)  Look in : c:/22120806/Accounting/Premier12/akun1.txt.
c)  Pasangkan Kolom kiri dengan kolom kanan dengan cara :
     -  Klik pada satu filed di kolom kiri.
·    - Klik pada field yang sama dikolom kanan.
d)  Klik Match All
e)  Klik Import Data
f)   Klik OK 

 2) Tuliskan langkah-langkah untuk merubah pajak GST menjadi PPN!
 a)  Pilih dan klik menu List pada tampilan menu bar – Tax Codes. Kotak dialog Tax Code List  ditampilkan, Anda perhatikan isian kode pajak disesuaikan dengan yang berlaku di Australia.
 b)  Klik icon New. Kotak dialog Tax Code Information ditampilkan.
 c)  Isikan data sesuai dengan yang Anda maksudkan seperti berikut ini:
      - Tax Code : diisi dengan kode pajak, dalam kasus ini PPN/VAT.
    - Description : diisi dengan penjelasan sesuai dengan kode pajak yang telah diisikan pada Tax Code, dalam kasus ini Pajak Pertambahan Nilai/Value Added.
      - Tax Type : klik drop-down dan pilih salah satu tipe pajak dalam kasus ini Goods & Services Tax
      - Rate : iisi dengan tarif pajak, dalam kasus ini tarif PPN adalah 10%.
     -  Linked Account for Tax Collected :diisi dengan nomor rekening PPN Keluaran/VAT Out, isian inilah yang mengaitkan tabel pajak – PPN/VAT dengan rekening PPN Keluaran/VAT Out.
     - Linked Account for Tax Paid: diisi dengan nomor rekening PPN Masukan/VAT In, isian inilah yang mengaikan tabel pajak – PPN/VAT dengan rekening PPN Masukan/VAT
 d) Klik tombol OK, proses pencatatan pajak dengan kode PPN/VAT selesai. Kode PPN/VAT tersebut selanjutnya tercantum dalam tabel pajak pada Tax Code List.

3) Tuliskan langkah-langkah untuk multiple currency dan merupah mata uang (local) menjadi rupiah!

a)  Pilih Menu Setup -> Preference
b)  Aktifkan Tab I Deal in Multiple Currency,  klik OK.
c)  Pilih Menu List -> Currency
d)  Double klik mata uang yang ada lambang (Local) untuk merubah mata uang Singapore menjadi Rupiah.
e)  Edit Tampilan yang ada.
f)  Hingga Currency List untuk mata uang local menjadi rupiah!

4) Tuliskan langkah - langkah untuk transaksi jurnal umum!

a)  Klik Record Journal Entry
b)  Tulis General Journal
c)  Tulis tanggal yang anda ingin masukan
d)  Tulis keterangan di memo
e)  Masukan nomer account pada Acct#
f)  Tulis nama accountnya
g) Tulis nominalnya pada kolom debet/kredit
h) Setelah itu klik Record

5) Tuliskan langkah - langkah menghapus dan merubah rekening!

a) Aktifkan rekening yang akan dihapus
b) Klik edit yang terdapat dalam baris menu bar
c)  Pilih dan klik menu Delete Account, dan proses penghapusan selesai
 

Jumat, 29 Maret 2013

KIDS :)


I miss kindergarten, where homework was 2+2 and drama was when someone stole your crayon - unknown.

2 hari lalu, saya menghadiri ulang tahun tetangga saya yang berumur 6 tahun, namanya carrisa. Jujur, saya sempet mikir juga waktu anak ini mengundang saya, anak ini bercanda atau apa yah? Lebih ke lucu aja sih, seumur saya datang ke pesta anak umur segitu. Sempet mikir ngga mau dateng, tapi saya terlanjur luluh dengan kepolosan anak itu saat mengundang saya. Singkatnya, saya bersyukur sih akhirnya saya dateng juga, selain saya bisa nostalgia dengan suasana yang lama saya rindukan, saya pun akhirnya mendapatkan inspirasi untuk menulis ini. Horeee (y) 

Suasana dipesta itu membuat saya sangat bernostalgia dengan masa kecil saya. Ketika saya seusia itu pun saya melakukan hal yang sama. Bernyanyi, bertepuk tangan, berlari, bermain dan bercanda tanpa memikirkan apapun, seolah tidak ada hari esok. 

Bukannya saya tidak bersyukur dengan semua perjalanan hidup saya ini, tapi saya menyadari semakin bertambah usia saya, semakin hidup ini menjadi rumit. Masalah menjadi bermacam-macam. Kalo mengingat masa kecil, hidup itu rasanya lebih simpel. PR hanya  perkalian atau mengeja kata. Masalah di saat itu paling hanya seorang teman yang mengambil pensil saya tanpa izin, atau paling simple menyelak barisan saat baris-berbaris. Mana ada orang-orang berpikiran kotor yang mencari keuntungan diri sendiri dan menjatuhkan diri saya hanya demi sebuah nilai pada saat TK? Mana ada anak TK yang harus mengerjakan PR riset ke perusahaan atau mengerjakan tugas-tugas sampai larut malam? Ehem, maaf curhat.

Intinya, semakin dewasa, semakin pikiran ini terbuka. Semakin saya melihat bahwa dunia bukan hanya berisi ibu guru, dokter, atau insinyur. Semakin saya mengerti bahwa kelakuan tidak baik definisinya lebih dari sekedar membolos sekolah. Semakin saya mengerti juga bahwa jenis hewan itu bukan hanya kancil dan buaya. Dan hasil dari semuanya itu, semakin rumit pula isi kepala saya. hahaha

Saya kangen rasanya menjadi anak kecil. Ketakutan terbesar saya waktu itu hanyalah mati lampu di malam hari atau suara mesin penyemprot nyamuk DBD di komplek rumah. Saya kangen dengan pikiran saya yang lebih polos dan belum tercemar segala kerumitan hidup, di mana saya bisa berpikir dengan lebih simpel dan tidak muluk-muluk. Tidak perlu repot-repot membela diri dan memperjuangkan harga diri, karena ada orang tua yang setia melindungi.

Tapi di atas itu semua, tentu saya bersyukur saya semakin dewasa. Saya bisa menyadari dunia yang lebih luas, beragam, dan penuh dengan orang-orang yang unik dan menyenangkan. Pikiran semakin terbuka dan menurut saya ini hal yang baik. Tidak menjadi sempit dan terpaku pada diri sendiri. Ini cukup menyenangkan buat saya, menyadari bahwa saya tidak 'sendirian' di muka bumi.

Hanya satu hal saya sayangkan, betapa bodohnya diri saya semasa kecil karena ingin cepat-cepat menjadi dewasa. Andai saya tahu bahwa menjadi dewasa itu tidak sekeren dan semenyenangkan yang terlihat, tentu saya akan lebih menikmati masa-masa di kala itu.

Satu pelajaran bisa saya petik, nikmatilah waktu-waktu yang ada sekarang. Seberat apapun saat ini, saya harus bisa sadar ini adalah yang terbaik untuk saya jalani. Tanggung jawab dan usia tidak bisa dihindarkan sementara waktu terus berdetak. Yang bisa saya lakukan hanya tersenyum dan menjalani apa yang ada dengan mulut yang tak henti mengucap syukur. 

Sabtu, 23 Maret 2013

Manusia Yang Satu Ini :)



Hei kamu.

Iya, kamu yang selalu bisa membuat saya tertawa. Kamu yang juga bisa membuat saya tenang ketika tekanan datang dari semua arah. Kamu tidak pernah berusaha untuk membuat saya nyaman, tapi berada di samping kamu saya merasa di rumah.

Saya tahu kamu tidak merasa telah memberi, tapi kamu sudah menjadi seperti matahari di saat mendung. Kehadiran kamu tidak selalu terlihat di setiap kelabu, tapi saya tahu kamu selalu memperhatikan. Saya tahu jika saya mencari, kamu ada dan saya akan menemukan kamu.

Kamu membuat saya belajar untuk berani menjadi diri sendiri. Kamu bukan malaikat yang bisa hadir setiap detik, tapi akan ada saatnya kamu datang dengan senyum jahil yang khas di wajahmu. Berbagi suka dan kehangatan yang kemudian menetap di dalam hati, menjadi kekuatan  yang membuat saya berani melangkah.

Terima kasih ya, untuk semuanya.

Minggu, 03 Maret 2013

HEY, I'M OKAY ☺


Hello everyone.. Aah~ akhirnya saya kembali lagi dalam dunia per-blogan ini. Betapa saya sangat rindu untuk menulis, tapi apadaya karena banyaknya hal yang harus dikerjakan dan  dilakukan, maka hasrat untuk menulis pun harus ditunda dulu hehe :)


Baiklah langsung saja ya. Jadi begini, barusan saya cek e-mail. Ada sebuah e-mail dari FutureMe dengan subject 'Hey, this is yourself'. Saya jadi inget, tepat setahun yang lalu saya login di FutureMe.org dan mengirimkan sebuah e-mail untuk diri saya di masa depan. Ternyata hari ini adalah masa depan yang dimaksud. Dengan cepat saya buka, penasaran apa yang saya tulis tahun lalu.


"Hey, Apa kabar? Semoga kau baik-baik saja :) Ketika kau membaca ini, kau harus semakin kuat dalam menjalani segalanya. Ingat, harus tetap kuat dan semangat! :)"


Jujur saya sudah lupa isinya, bahkan lupa kalau saya sempat mengirim e-mail untuk diri saya di masa depan. Jadi sedikit sendu ketika membacanya. Halah.

Saya ingat kondisi setahun lalu ketika saya menulis e-mail tersebut. Saya sedang tidak dalam kondisi baik-baik saja dan sangat ingin memutar waktu untuk melihat keadaan di depan.

Hari inilah masa depan yang dimaksud. Kondisi saya pun baik-baik saja. Sempat jatuh, tapi masih bisa berdiri. Ternyata cukup sedih-sendu-mellow gimana gitu ya membaca e-mail dari diri sendiri. Terutama pesannya. Seperti ditanyakan oleh seorang teman dari jauh yang masih peduli dengan saya.

Agak aneh sebenarnya kalau dipikir-pikir. Itu kan diri saya sendiri, hahaha. Apa mungkin karena lagu-lagu Sigur Ros yang sedang saya dengar sekarang? Entahlah.

Tapi yang pasti, kondisi saya baik. Dari segala hal yang menimpa, yang saya anggap akan melumpuhkan saya, ternyata saya baik-baik saja. Terima kasih, Tuhan.

 

Template by BloggerCandy.com