Saat ini saya lagi me-time, mendengarkan lagu di kamar dengan playlist acak dan secangkir kopi. Menyenangkan.
Sebenarnya saya sudah lama membiasakan me-time ini, karena saya sadar saya butuh waktu saya sendiri untuk mengisi ulang 'tabung energi' emosi. Akhir-akhir ini saya pun kekurangan waktu untuk itu, mungkin hampir ngga ada.
Dan weekend ini saya punya kesempatan untuk mengisi ulang 'gelas' emosi saya. Walaupun inginnya menjauhkan handphone dan mengunci pintu kamar tapi tetap saja saya ngga bisa egois kan. Saya punya beberapa hal untuk dikerjakan dan juga berinteraksi dengan orang lain.
Me-time bisa dibilang sebagai waktu heningnya saya. Membuat saya memikirkan kehidupan yang sudah saya jalani, mengingatkan kembali siapa diri saya sendiri, dan dimana 'rumah' saya. Membuat saya ingat kepada hal-hal yang esensi, dan mengingatkan saya akan kemampuan dan identitas diri saya.
Waktu hening itu penting, tapi bukan artinya kita menjauhkan semua orang disekitar kita. Waktu hening itu menurut saya artinya kita berpamitan dengan sopan dengan orang-orang disekitar kita, lalu masuk ke kandang sendiri. Setiap orang punya tanggung jawab, baik pekerjaan maupun peran. Sebutuh apapun kita akan waktu hening itu, semua tanggung jawab tetap harus dilaksanakan dengan baik.
Jadi intinya adalah, tahu batasan diri sendiri, sejauh mana kemampuan kita. Mengatur skala prioritas dan memastikan setiap hal berjalan dengan baik adalah salah satu tolak ukur kedewasaan. Memenuhi segala yang esensi supaya 'bensin' terisi buat mendorong diri menyelesaikan tanggung jawab kemudian membatasi dan mengontrol diri supaya punya waktu yang cukup untuk kembali mengisi 'bensin' tersebut.