Senin, 06 November 2017

Jumpa

Senja terlewat beberapa masa.

Rindu pun menyepah melalui aksara.

Menunggu pertemuan yang meluruhkan semua rasa.

Lalu, kamu pun tiba didepan mata.

Seperti biasa.

Aksaraku mati ditatapan pertama.

Jumat, 08 September 2017

Dengan Melupakanmu

Seandainya kita boleh bercakap-cakap sejenak. Tentang kau dan aku. Juga tentang perasaan kita yang kian sepuh karena waktu.

Bagiku, tidak ada hal yang lebih indah selain jatuh cinta kepadamu. Pada rasa yang terduga, juga tak terencana.

Telah kuaminkan setiap doa disetiap tidur malamku.

Telah kuharapkan setiap mimpi indahku berisi kamu.

Tapi, kau tahu tidak semua amin berujung nyata. Terkadang harap berpangkal semu.

Apa kau percaya, Tuhan turut serta dalam setiap perasaan kita.

Dan Ia ternyata ingin membuatku bahagia dengan cara lain.

Ya,
Dengan melupakanmu...

Rabu, 06 September 2017

21:48

Salah satu impian saya kelak ketika saya mempunyai anak adalah memberikan dia nama yang ada unsur sastra-nya. Kalau perempuan, ia akan saya beri nama 'Lanaia Sastra Kavindra' kalau laki-laki. Hmm, saya belum kepikiran sih. Hehe

Kenapa sastra? Ya, itu karena kecintaan saya akan sastra, tulisan, dan segala yang berhubungan dengan kata-kata, puisi, sajak, dan yang lainnya. Satu yang saya sayangkan adalah banyaknya generasi sekarang yang melupakan para pemikir hebat dan penyair dulu. Makin ke sini, makin banyak saya temukan generasi yang mencintai suara dan gambar sehingga malas untuk membaca. Efeknya adalah betapa minim penggunaan kata dalam percakapan sehari-hari. Nah, saya ingin anak saya kelak adalah sosok yang juga luas dalam berkata-kata serta tidak henti mencari makna. Sosok yang.... cerdas.

Ya, jadi kurang lebih begitulah kerinduan saya kelak ketika saya mempunyai anak.

Hehe, asli. Ini postingan random banget malam-malam. Akibat Isi kepala saya yang lagi ramai, jadi saya tumpahkan dalam bentuk postingan. Pengen tidur, tapi belum ngantuk. Baiklah. Sekian.

20:02



Hidup manusia seperti mengendarai kereta.
Mengikuti alur yang sudah ditetapkan.
Duduk nyaman di dalamnya dengan sesekali melihat pemandangan di luar.
Hanya tahu apa yang ada di dalam gerbong, tanpa menyadari bahwa ada harta karun tersimpan di luar.
Tidak berani menjelajah, karena terbiasa dengan kenyamanan yang tercipta.
Sedikit orang yang berani melompat turun dari kereta, menjelajahi, dan menemukan hal baru serta kemudian menciptakan alurnya sendiri. Berjalan, berlari, menari, terjatuh, tertawa, kemudian bangkit lagi. Tidak takut menghadapi apa yang di depan, karena tahu Siapa yang ada di balik ini semua.
Kehidupan adalah karya seni terbesar Tuhan. Kita diberi hak istimewa untuk berkolaborasi denganNya, menciptakan satu bagian karya sesuai dengan keunikan personal kita.
Sayangnya segala aturan disodorkan mereka dan perlahan menyeragamkan kita. Tanpa mengetahui apa yang diinginkan, kita terus berusaha jadi yang lebih baik dan terbaik sesuai yang didefinisikan orang lain.
Norma, moral, prinsip, dan sikap kita dibentuk bukan dari pengalaman spiritual kita sendiri. Kita didikte. Kita terbiasa diberi tahu apa, tanpa tersadar ada begitu banyak mengapa dan bagaimana di baliknya. Kita adalah generasi yang begitu takut buat melakukan kesalahan hanya demi mengejar sebuah kesempurnaan palsu yang didefinisikan orang lain.
Menjadi dirinya sendiri adalah salah satu hal terbaik yang bisa dilakukan seorang manusia. Menghidupi suara hati dan rasa ingin tahunya. Bangga akan kelebihannya dan menerima kekurangannya sendiri. Mencoba ini-itu. Menertawakan kesalahan yang dibuat. Mencoba lagi. Menjadi lebih baik. Lebih luas. Lebih hidup. Lebih nyata, bukan sekedar bayangan.
Menciptakan karya seninya sendiri.


Sabtu, 12 Agustus 2017

15.42



Betapa menyenangkannya diterima oleh sekitar kita. Rasa penerimaan itu begitu candu sehingga banyak orang melakukan segala hal supaya diterima. Berubah, menyesuaikan, atau mungkin meniru. Yang miris adalah kalau pada akhirnya kita diterima oleh sekitar bukan karena hal yang sejatinya kita ingin diterima mereka.

Saya pernah berusaha begitu rupa supaya diterima, berlaku sedemikian rupa yang sebetulnya bukan sepenuhnya saya suka dan inginkan. Rasa senang ketika diterima mengalahkan kejujuran terhadap diri sendiri. Saya kira mereka dan saya akan senang kalau saya seperti mereka.

Perlu suatu perjalanan untuk mengalahkan rasa tersebut dan membiarkan kejujuran bermain peran. Perjalanan yang tidak singkat. Perjalanan yang melelahkan, tapi layak ditempuh, supaya pada akhirnya saya berada di tempat yang dengan sepenuh hati saya cintai. 

Saya punya rute saya sendiri. Kamu pun. Kita semua sama. Melangkah dan menari untuk menghasilkan suatu tarian yang memang paling sesuai dengan gerakan kita sendiri. Temukan dan bawa ceria untuk semua.

Jalan saya mungkin tidak seperti banyak orang. Pilihan saya mungkin dianggap begitu aneh. Tidak ada yang salah, mereka maupun saya. Semua hanya soal masing-masing diri. Bagaimana setiap orang punya karya akan hidupnya sendiri. Tidak selalu logis, tidak selalu sedap dipandang, tidak selalu sesuai dengan selera orang banyak, tapi yakin lah masing-masing punya maknanya tersendiri. Termasuk saya.

Memutuskan untuk berbelok, menempuh jalan baru, dengan lebih jujur. Lebih berani. Berdiri untuk berkarya dari diri sendiri. Bersuara. Berpendapat. Bukan untuk mencari perhatian dengan sengaja berbeda, tapi untuk menyampaikan suara dari hati yang apa adanya.


Senin, 24 April 2017

CERITA KOTA II



Bis itu melaju perlahan mengikuti irama macet di waktu pertang. Ada Adela duduk di dalamnya. Tangannya memangku dagu sementara matanya memperhatikan dari balik jendela.

Seorang pemulung berjalan kaki membawa karung di bahunya. Baju lusuhnya kontras dengan para karyawan yang berkemeja rapi yang lalu-lalang. Sesekali tangan keriput dan kotor itu mengusap peluh. Lelah. Tapi ada keluarga yang lapar. Hanya dua, tetap berusaha atau tidak makan.

Disisi lain, seorang pengemis duduk. Merapikan selendang lusuhnya sementara si anak yang selalu digendong ke mana-mana asik bermain dengan gelas plastik. Mata si ibu menatap kosong ke langkah para pejalan kaki yang dihiasi oleh sepatu mahal. Berandai-andai kapan ia bisa memiliki sepasang.

Adela sesak. Dia tidak suka melihatnya. Negara ini kaya akan perbedaan tapi miskin solidaritas. Tidak ada lagi berbagi. Kenikmatan hidup itu sebenernya bergantung pada manusianya, tapi miris, manusia lebih suka menciptakan neraka.

Manusia kadang suka lupa posisinya. Mereka bukan Tuhan. Merasa ada hak untuk menginjak sesamanya atas nama kepuasan pribadi kah? Manusia itu setara. Tuhan yang diatas.

Senyum sini terukir di wajah Adela. mendengus.

Mereka yang kaya dengan rakus mengumpukan harta dan mengukir sesuatu yang mereka anggap kesuksesan. Tak peduli berapa jiwa terinjak, berapa tangis terdengar, dan berapa nyawa tersiksa.

Berebut untuk menjadi nomor satu. Berebut menggantikan posisi Tuhan.

Apa mereka lupa bahwa Tuhan tidak kenal kata pensiun?

Bis itu melaju perlahan.

 ***


The glory of the past, had gone to underground, and people just forgot.
Some people try hard, to wake up in this age to take back their life.

And this 'normal' rule, I just cant believe that was so cruel.
Some people get slaved, the field just like graveyard of all desire.
The boss always said, "come and get your needs in my corporate.
To be tired by works and live within' emptiness (I mean) lonely heart,

Dont be blind.

Let's stop the works in their fields now. perfect sky.

Unperfect sky- Elemental Gaze feat Sight Tigapagi

 

Template by BloggerCandy.com