Minggu, 05 Mei 2013

Cerita Kota :)



Di tengah sengat siang, seorang bapak setengah baya berlari ke kesana kemari, sesekali menyeka keringat dengan terus menjajakan barang dagangannya diantara antrian motor dan bis yang berlomba ingin melajukan kendaraanya. Sesekali raut muka bahagia nampak, ketika satu barangnya telah laku, tetapi sesekali juga Ia agak sedikit muram dengan bersender dipagar pembatas jalan, melepas lelah dengan barang yang masih penuh ditangannya.

Seorang perempuan naik dengan tergesa ke bus kota. Takut dengan mobil-mobil yang tidak sabar dengan klaksonnya yang cerewet. Menghela nafas saat duduk. Lelah dengan aktifitas harian. Penat. Tidak bisa pergi berbelanja ke mall seperti yang lain karena harus belajar menghemat. Para pedagang asongan dan koran merendenginya dengan dagangan dari luar bus. Berisik, ia memalingkan muka dari jendela. Jenuh. Ingin sesuatu yang baru, yang lebih. Marah, mengapa hidupnya tidak semenyenangkan yang lain.

Lampu jalanan berubah hijau. Seorang laki-laki belasan tahun lari tergesa menjauhi bus kota. Menuju trotoar. Kaki kotornya telanjang di tengah aspal panas. Hati-hati dia gendong koran-koran jualannya. Mengusap peluh sambil berjalan menuju warung makan beratap terpal. Tempat makan yang sama, yang dia kunjungi sehari sekali. Lauk yang sama. Waktu yang sama. Waktu makan siang. Waktu di mana dia dapat memberi kesempatan kepada perutnya untuk bergembira sesaat.

Tak jauh dari warung makan beratap terpal itu, di kolong sebuah jembatan batu, ada seorang gadis kecil duduk memeluk kakinya. Deru mobil mewah di atasnya adalah satu-satunya musik yang dia dengarkan nyaris seharian. Tangan kusam dan hitam legam itu mengorek bebatuan di samping kakinya. Semoga ada orang baik yang membelikannya nasi bungkus. Atau dia harus merelakan satu hari lagi tanpa makanan.

Dari jauh seorang tua renta tertatih pelan. Hendak menuju jembatan batu, berlindung dari sengat matahari di kolongnya. Namun karena lelah, jembatan itu terasa terlalu jauh. Dia bersender ke tiang di samping sambil menatap kosong. Menjatuhkan tubuhnya ke jalan. Meringkuk. Panas. Lapar. Entah kapan terakhir makan. Lelah, ingin tidur. Dia menutup matanya, tanpa mengetahui bahwa mata itu tidak akan terbuka lagi. 

Di sisi lain, seorang pengemis duduk. Merapikan selendang lusuhnya sementara si anak yang selalu digendong ke mana-mana asik bermain dengan gelas plastik. Mata si ibu menatap kosong ke langkah para pejalan kaki yang dihiasi oleh sepatu mahal. Berandai-andai kapan ia bisa memiliki sepasang. 

Bis itu terus berjalan…
 ***

Anugerah Dia beri setiap hari sehingga menjadi biasa dan terbiasa. Lalu meminta lebih, tanpa melihat mereka yang kurang. Manusia memang kadang suka lupa mengucap syukur.

Intinya, kehidupan ngampus yang memaksa naik kendaraan umum tiap harinya membuat saya jadi dipaksa melihat sekitar. Saya jauh lebih beruntung dibanding mereka di sekeliling saya dan saya bersyukur karenanya. 

Tapi saya punya satu kesamaan dengan mereka. Suara saya. Jarang didengar. Dan saya juga lelah bersuara. Mahal soalnya kalo mau didengar dan saya tidak sekaya itu. 

Dan semoga, kesamaan ini membuat saya ingin berbagi dengan mereka, yang mana pada dasarnya kami sama. Seonggok daging yang bisa bicara dan punya nama, begitu kalo kata Donny Dhirgantoro. Tapi saya mencoba untuk tidak hanya menjadi seonggok daging itu. Saya mau punya makna. Dan saya akan berusaha. 

Berusaha untuk berbagi dan melihat kehadiran Sang Pencipta dalam setiap manusia. 

(terinspirasi saat membaca "2" by Donny Dhirgantoro, dan akhirnya terpublikasikan, setelah sekian lama cerita ini cuma tersimpan berupa draft di notes handphone )

1 komentar:

Anonim mengatakan...

NICE....! ditunggu postingan selanjutnya yah..

 

Template by BloggerCandy.com